:: MAIN MENU ::

Formulir Peminat :

Jika Anda Berminat Perumahan yang ada di Kami Silahkan Isi Formulir Peminat Klik Disini

:: Artikel

Artikel Property Syariah :



PERBEDAAN KPR SYARIAH, KPR BANK SYARIAH DAN KONVENSIONAL                                                                   
Yg Anda Wajib Tau

PIHAK YANG TRANSAKSI
🔘 KPR Syariah: 2 Pihak yaitu antara pembeli dan developer
🔘 Bank Syariah: 3 Pihak yaitu antara pembeli, developer dan bank
🔘 Bank Konvensional: 3 Pihak yaitu antara pembeli, developer dan bank

Maka harus kita cermati apakah KPR bank baik syariah atau konvensional terjadi transaksi jual beli atau hanya pendanaan dari bank. Jika memang jual beli maka halal dan jika hanya pendanaan bank maka haram.

BARANG JAMINAN
🔘 KPR Syariah: Rumah yang di perjualbelikan/kredit tidak dijadikan jaminan
🔘 Bank Syariah: Rumah yang diperjualbelikan/kredit dijadikan jaminan
🔘 Bank Konvensional: Rumah yang diperjualbelikan/kredit dijadikan jaminan

Ada ikhtilaf ulama mengenai apakah barang yang diperjualbelikan boleh dijadikan jaminan atau dilarang. Dalam hal ini, KPR Syariah mengambil pendapat bahwa rumah yang sedang diperjualbelikan/kredit dilarang dijadikan jaminan.

SISTEM DENDA
🔘 KPR Syariah: Tidak ada denda
🔘 Bank Syariah: Ada denda
🔘 Bank Konvensional: Ada denda

Dalam KPR Syariah tidak boleh ada denda jika ada keterlambatan cicilan karena itu termasuk riba. Dalam jual beli kredit maka sejatinya adalah hutang piutang. Jadi jika harga sudah di akadkan maka tidak boleh ada kelebihan sedikitpun baik dinamakan denda, administrasi atau bahkan infaq sekalipun. Karena ini termasuk mengambil manfaat dari hutang piutang yaitu riba.

SISTEM SITA
🔘 KPR Syariah: Tidak ada sita
🔘 Bank Syariah: Tidak ada sita
🔘 Bank Konvensional: Ada sita
Dalam KPR Syariah tidak boleh melakukan sita jika pembeli tidak sanggup mencicil lagi. Karena rumah tersebut sudah sepenuhnya milik pembeli walaupun masih kredit. Solusinya adalah pembeli ditawarkan untuk menjual rumahnya baik lewat pembeli atau dengan bantuan developer.

Jika misal sisa hutang masih 100 juta kemudian rumah terjual 300 juta. Maka pembeli membayar sisa hutang yang 100 juta dan nilai 200 juta adalah hak pembeli.

SISTEM PENALTY
🔘 KPR Syariah: Tidak ada penalty
🔘 Bank Syariah: Tidak ada penalty
🔘 Bank Konvensional: Ada penalty

Jika pembeli mempercepat pelunasan misal dari tenor waktu 10 tahun kemudian di tahun 8 sudah lunas maka tidak ada penalty dalam KPR Syariah karena itu adalah riba. Bahkan ada sistem diskon yang nilainya dikeluarkan saat pelunasan terjadi.

SISTEM ASURANSI

🔘 KPR Syariah: Tidak ada asuransi
🔘 Bank Syariah: Ada asuransi
🔘 Bank Konvensional: Ada asuransi

Dalam KPR Syariah tidak memakai asuransi apapun karena asuransi adalah haram yang didalamnya ada riba, ghoror, maysir dan lain-lain.

SISTEM BI CHECKING ATAU BANKABLE

🔘 KPR Syariah: Tidak ada BI Checking/Bankable
🔘 Bank Syariah: Ada BI Checking/Bankable
🔘 Bank Konvensional: Ada BI Checking/Bankable

Dalam KPR Syariah tidak ada BI Checking/Bankable sehingga sangat memberikan kemudahan bagi calon pembeli yang kesulitan jika melalui sistem BI Checking/Bankable seperti:

1. Karyawan Kontrak
Syarat lolos BI Checking/Bankable secara umum adalah karyawan tetap. Jadi bagi karyawan kontrak akan kesulitan jika ingin membeli rumah lewat bank

2. Pengusaha/pedagang Kecil
Syarat lainnya yang bisa meloloskan calon buyer dari BI Checking/Bankable adalah pengusaha yang memiliki izin usaha dan laporan keuangan. Jadi bagi pedagang kecil seperti tukang bakso, somay, gorengan dan lainnya akan sulit jika ingin membeli rumah lewat bank.

3. Usia Lanjut?
Calon pembeli yang sudah usia lanjut diatas 50 tahun maka tidak akan bisa membeli rumah lewat bank karena ada batasan usia produktif jika membeli lewat bank.

Inilah penjelasan tentang perbedaan KPR Syariah dengan KPR Bank baik Bank Syariah ataupun Konvensional.

KPR Syariah in syaa Allah dalam transaksinya terhindar dari sistem ribawi dan juga banyak kemudahan yang diberikan bagi para calon pembeli.

Semoga Allah 'Azza wa Jalla memberikan kemudahan kita semua untuk membeli rumah dengan sistem syariah tanpa riba....Aamiin..😊🙏🙏🙏

share jika bermanfaat



MENGHITUNG DOSA RIBA                                                    


Anda kagum pada orang yang punya rumah mewah..?
Anda takjub pada orang yang punya kantor megah..?
Jangan buru-buru kagum, terkesima, kesengsem atau takjub. Kenapa..?

Pesan Rasulullah :
“Janganlah kalian takjub kepada seseorang yang memperoleh harta dari cara yang haram..” (HR Thabrani)

Mari kita hitung..!
Jika rumah yang dianggap mewah itu seharga Rp. 1 Milyar (padahal saat ini rumah 1 milyar sudah bukan kategori mewah lagi, apalagi ruko) Maka, berikut adalah itung-itungannya jika seseorang memperolehnya via KPR perbankan ribawi.

Jumlah utang pokok = Rp. 1.000.000.000
Tingkat suku bunga = 13%
Lama pinjaman = 15 tahun

Maka,
Angsuran per bulan (pakai rumus) = Rp. 12.652.422,-
Total selama 180 bulan atau 15 tahun = Rp. 2.277.435.000,-
Artinya total bunga ribanya saja sebesar Rp 1.277.435.000,-

Mari kita hitung besar dosanya..!

Rasulullah bersabda,
“Satu dirham harta riba lebih besar dosanya daripada berzina 36x dengan pelacur..”

Jika 1 dirham hari ini adalah Rp. 70.000, maka :
Rp. 1.277.435.000 : Rp. 70.000
= 18.249 dirham

Jika 1 dirham riba = 36x zina, maka :

18.249 dirham x 36 zina = 656.966 zina.

Jika 15 tahun itu ada 5.475 hari, maka :

656.966 zina : 5475 hari = 119 zina per hari.

”Berapa..?”

”119x berzina setiap hari..!”
”Apa..?”
”119x berzina setiap hari..!”
”Dengan siapa..?”
”Dengan ibumu..!”
”Ngapain..?”
”Berzina..!”

#istighfar

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), orang yang menyerahkan riba (nasabah), pencatat riba (sekretaris) dan dua orang saksinya.” Beliau mengatakan, “Mereka semua itu sama.”(HR. Muslim no. 1598)

“Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. )

“Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman.)

Oleh: Muhammad Rosyidi Aziz

share jika bermanfaat


7 Cara Benar Miliki Rumah Tanpa Bank & Tanpa Riba       

Setiap tahunnya pemerintah menargetkan pencapaian 1 juta rumah melalui program rumah bersubsidi atau komersil lainnya. Namun di antara hunian perumahan yang ditawarkan hampir semuanya masih melibatkan perbankan (konvensional dan ‘syariah’) dan itu berarti unsur bunga yg oleh MUI disebut sebagai riba masih belum bisa terhindarkan.

Saat yang sama masyarakat luas masih mengenal dengan sangat familiar istilah KPR (Kredit Pemilikan Rumah) melalui perbankan, belum ada alternatif katanya. Dalam kajian kami, baik bank konvensional maupun bank syariah, keduanya masih mempraktikkan hal yang serupa dengan istilah berbeda.

Persamaannya terletak pada fakta transaksi konsumen yang membeli tunai rumah melalui Developer dengan komposisi Uang Muka dibayarkan oleh konsumen dan sisanya (plafon KPR) dibayarkan oleh perbankan. Selanjutnya konsumen mengangsur sisanya (plafon KPR) tadi di sertai dengan tambahan bunga setiap bulannya, jadi konsumen tidak membeli atau mengangsur harga rumah, melainkan terhadap hutang yang diberikan oleh perbankan, jadi masih sama-sama riba bukan? Perbedaannya adalah perbankan syariah menggunakan istilah syariah semata, bunga yg fixed menjadi ‘margin’, atau semisalnya.

Pertanyaannya, mungkinkah memiliki rumah tanpa bank & tanpa riba ?
Berikut ini, kami akan sampaikan secara singkat 7 Cara Benar Memiliki Rumah Tanpa Bank & Tanpa Riba:

1. Miliki Rumah dengan Membeli Secara Tunai
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Q.S. Al-Baqarah : 275)
Paling tidak ayat di atas menyimpulkan 3 hal: Pertama, hukum mengenai jual beli (kredit) dan riba. Kedua, perbedaan antara jual beli (kredit) dengan riba. Ketiga, solusi untuk menghidari riba dengan jual beli (kredit). Namun jual beli yang di maksudkan dalam ayat di atas adalah jual beli kredit, bukan jual beli tunai.
Adapun jual beli tunai sesungguhnya tidak level pembahasannya dengan larangan riba, sebab jual beli tunai akan menutup segala kemungkinan untuk terjadi riba di dalam transaksinya, berbeda dengan jual beli kredit yang memungkinkan terdapat unsur riba di dalamnya.
Maka dari itu, bagi siapa saja yang ingin memastikan dirinya terhindar dari riba dalam berjual beli, dipersilakan untuk bertransaksi dengan pembayaran secara tunai saja. In syaa Allah bebas riba dalam berjual beli.

Namun berapa banyak di antara Anda yang bisa tunai?

2. Miliki Rumah dengan Membeli Secara Tunai Bertahap
Jika Anda belum mampu membeli tunai, Anda bisa mengatur pembayaran secara tunai bertahap, maksudnya adalah harga yang Anda bayarkan senilai dengan harga tunai keras namun dibayarkan dengan bertahap, biasanya ada banyak Developer yang bisa instalment sampai 24 bulan. Tunai bertahap ini sama dengan kredit sebenarnya, perbedaannya pada nilai angsuran setiap bulannya cukup tinggi.
Jika rumah type 36 dijual dengan harga Rp. 240.000.000, maka Anda harus mempunyai dana yang ready Rp. 10.000.000/bulan di luar dari kebutuhan pokok lainnya.
Nilai yang cukup pantastis untuk ukuran karyawan atau pegawai bukan?

3. Miliki Rumah dengan Membeli Secara Barter
Jual beli barter merupakan bentuk konvensional, namun masih selalu relevan dengan zaman manapun. Anda bisa membeli rumah dengan cara menukarkan properti di tempat lain, semisal tanah. Atau bisa juga membeli rumah secara barter dengan paket umrah/haji jika Anda memiliki biro perjalanan haji.
Apakah mungkin bisa? Apa salahnya jika Anda mencobanya, datanglah kepada Developer yang sedang memasarkan perumahannya, sampaikan bahwa Anda berminat membeli 1 unit rumahnya, namun pembayarannya tidak dalam tunai, melainkan dengan menukarkan 24 paket umrah senilai 20jt/paket.
Bagi sebagian Developer, bisa jadi ini adalah tawaran yang pantastis, mengapa? Karena Developer terkadang membutuhkan paket promo dalam menawarkan produknya, lalu hadiah bagi tim marketing jika mencapai target penjualan atau bahkan bagi manajemen Developer itu sendiri, di sisi lain mereka memangkas kerjaan menjual 1 unit rumah karena telah di barter kepada Anda.!
Apakah Anda ingin mencobanya?


4. Miliki Rumah dengan Cara Warisan
Ada cara selain membeli rumah secara tunai, apalagi harus berlama-lama kredit hingga puluhan tahun, yaitu dengan melalui proses warisan.
Namun ini adalah cara memiliki rumah tersedih dan terpaksa sebenarnya, mengapa? Tersedih karena Anda harus menanti kematian orang tua yang menyayangi Anda, jika tidak, tentu hak waris belum bisa diperoleh. Terpaksa karena ini bukan cara yang bersifat pilihan, melainkan sebuah given dari Pencipta Alam Semesta. Anda terpaksa lahir dari orang tua dengan kekayaan yang bisa diwariskan hingga 7 turunan. Dengan begitu, Anda terpaksa memiliki rumah dengan cara warisan

Namun bagi Anda yang sebaliknya terpaksa lahir dengan kondisi orang tua yang memprihatinkan, jangankan rumah milik sendiri, menyekolahkan Anda pun masih serba nanggung. Anda jangan khawatir, masih ada 3 cara berikut yang bisa Anda coba untuk miliki rumah idaman.

5. Miliki Rumah dengan Cara Hibah
Banyak jalan menuju Roma, demikian pepatah lama mengajarkan kita mengenai semangat pantang menyerah. Jika tidak mampu memiliki secara barter, tunai bertahap, apalagi tunai, terlebih warisan, maka ada cara lain yang bisa Anda coba, walau ini adalah percobaan dengan proses yang panjang dan butuh kesabaran dalam mencapainya, namun apa salahnya Anda mencobanya, kan di coba tak mengapa dan tak perlu bayar.
Caranya yaitu Anda cukup menjadi orang yang baik budi pekertinya, indah tutur katanya, tidak banyak perhitungan, simple kata Anda jadi good man ajalah. Suatu saat, sebut saja Paman (atau siapa saja) yang membutuhkan bantuan, Anda sambut itu sebagai tahapan awal untuk miliki rumah di kemudian hari, jangan menanti bayaran saat itu. Paman Anda begitu senang karena sikap, tutur kata dan hati bersih yang Anda miliki. Seakan-akan, bahkan Paman Anda menganggap Anda itu lebih ‘anak’ dari pada anak kandungnya sendiri, apatah lagi jika Paman Anda itu memang tidak memiliki keturunan yang haus akan penyaluran kasih sayang.!
Seperti banyak kisah nyata bertutur kepada kita, ada yang rela menghibahkan rumah atau hartanya nya kepada orang yang tidak terdapat hubungan darah sekalipun. Semua itu dilakukan karena orang tersebut senang kepada orang yang dihibahinya, jika bukan karena senang, balas budi, atau apalah namanya, lalu apa?
See? Be a good man..!

6. Miliki Rumah dengan Cara Menjadi Sales Perumahan
Cara ini sedikit disadari, terutama mereka yang menggeluti dunia sales, bahkan kebanyakan para sales perumahan belum punya rumah sendiri, atau bahkan minder dengan pekerjaannya. Padahal profesi sales itu berkelas, bahkan dalam manajemen developer perumahan, sales adalah ujung tombak dalam melakukan konversi calon konsumen menjadi konsumen yang telah terbranding melalui proses marketing.
Karena pentingnya sales, anggaran developer perumahan biasa menetapkan 2% – 3% fee terhadap harga tunai setiap unit rumah yang berhasil dijual. Jika seorang sales berhasil menjual 20 unit rumah dalam sebuah perumahan dengan harga setiap unitnya Rp. 250jt, maka 2% fee yang diperoleh seorang sales adalah Rp. 5jt, maka 20 unit rumah terjual bisa mengantongi uang sebanyak Rp. 100jt.
Selanjutnya si sales tadi cukup mencari lagi perumahan yang siap dipasarkan dengan target yang sama. Dalam perhitungan kami, dengan nilai Rp. 200jt, Anda sudah bisa memiliki rumah dengan luasan yang cukup. Bahkan kami pernah mencoba menantang seorang sales untuk seorang diri menjualkan unit di perumahan yang kami kembangkan dengan kompensasi 1 unit rumah untuknya dan ternyata berhasil.!
Layak di coba bukan?

7. Miliki Rumah dengan Cara Kredit Tanpa Bank Tanpa Riba
Nah, cara yang terakhir ini, mungkin bagi kebanyakan orang, cara ini antara mustahil atau paling tidak belum terbayangkan, apakah ada cara KPR (Kredit Pemilikan Rumah) tanpa bank dan tanpa riba?

Percayakah Anda, saat ini kami bersama teman-teman komunitas Developer Property Syariah Indonesia (www.dpsi.or.id) sedang mengembangkan perumahan syariah dengan konsep tanpa bank dan tanpa riba. Perumahannya telah menyebar di seluruh kota-kota besar di Indonesia.

Jika Anda sudah melakukan ke – 6 cara di atas, atau bahkan ingin loncat melakukan cara ke – 7 ini, juga tidak ada ruginya. Sebab, dengan cara ini, Anda tidak perlu khawatir dengan ancaman denda, bunga riba, penyitaan rumah, finalty, dll. Karena dengan cara ini, seorang developer syariah menawarkan Anda hunian dengan konsep beli rumah langsung kredit ke Developer dengan tenor hingga 10 – 15 tahun.
Demikian 7 cara benar miliki rumah tanpa bank dan tanpa riba, semoga dapat membantu Anda yang saat ini sedang galau, karena saat bertemu mertua selalu ditanyain “kapan kamu punya rumah sendiri?” 

Mengapa sebagian besar projek rumah syariah belum terbangun ?                                                                            



Sebagian besar Developer Properti Syariah mengusung perumahan atau rumah syariah dengan akad Istishna atau akad pesan bangun, baik itu dilakukan pembayaran secara kredit ataupun cash, dengan dasar ini developer akan membangun rumah syariah setelah pembayaran dilakukan sesuai peraturan yang diberikan oleh developer. Biasanya Developer akan melakukan proses pembangunan setelah pembayaran DP lunas, ada pula developer yang melakukan proses pembangunan setelah grand launching perumahan syariah tersebut, semua tergantung masing-masing developer.



Apakah nantinya bisa dijadikan penipuan?



Sebagai pembeli tentu kita berhak untuk mengetahi status tanah yang akan kita beli, selain itu sebelum melakukan pembayaran, pihak developer akan memberikan surat perjanjian pemesanan rumah yang mengikat bagi kedua belah pihak, setelah pembayaran DP selesai bisa dilanjutkan ke proses jual beli dibawah Notaris sebagai badan hukum, dan sertifikat bisa langsung berganti nama menjadi milik pembeli, walaupun pembeli melakukan pembayaran dengan sistem kredit.
Saat ini sudah banyak developer perumahan syariah yang memberikan keringanan dalam masalah Down payment (DP) dimana down payment tersebut dapat dicicil hingga 2 tahun, sehingga setelah down payment tersebut sudah lunas rumah syariah sudah siap bangun


Syarat pengajuan KPR Rumah Syariah                           


Syarat pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) kepada Developer berbeda-beda, walaupun demikian Syarat-syarat nya tidaklah sulit. Syarat KPR Syariah ini tidaklah mutlak dan dapat dinegosiasikan dengan developer.

Beberapa developer hanya membutuhkan Syarat bagi calon buyernya berupa fc KTP dan fc KK, tetapi adapula beberapa developer yang meminta selain kedua Syarat tersebut, seperti:
- Fc akta nikah

- Fc NPWP

- Fc Rek tab 3 bulan terakhir

- Fc ket kerja

- Fc SIUP/wirausaha

Dalam mewujudkan system jual-beli yang sesuai dengan syariat Islam, maka sertifikat rumah yang diperjualbelikan tidak diperbolehkan digunakan sebagai jaminan. Maka sebagai gantinya calon pembeli dapat menggunakan agunan lain. Jika tidak ada, maka sertifikat dapat dititipkan kepada notaris, bisa juga menggunakan savety BOX Bank (masing-masing developer memiliki kebijakan sendiri terkait hal ini)

Semua proses tidak melalui atau menggunakan BANK, hanya terjadi akad antara pembeli dan developer. Harga yang sudah ditetapkan dalam akad sudah Jelas dan tidak akan berubah.

Alur Pengajuan Kredit kepada Developer Rumah Syariah

Tentukan Perumahannya => Hubungi marketing anda paling lambat 1 hari sebelum survei => Survei Lokasi => Jika cocok,
Booking Fee => Siapkan Syarat KPR serta DP => AKAD/PPJB => rumah siap Bangun/siap huni jika ready stock


Perbedaan Harga Cash dan Kredit Menurut Hukum Islam 


“Bro, mobil lo dijual?”


“Yoi, Bray..”
“Riba!”

Sahabat, pernahkah Anda mendengar percakapan seperti di atas?
Atau justru percakapan itu Anda alami sendiri?



Saya pernah bertemu dengan seseorang yang memiliki persepsi negative terhadap KPR perumahan syariah, yang mulai gencar dibangun beberapa tahun belakangan ini. Menurut pendapatnya, kredit perumahan syariah itu lebih kejam daripada KPR dengan lembaga keuangan. Mulai dari DP-nya yang lebih mahal, cicilannya lebih besar sampai perbedaan harganya yang sama saja dengan KPR yang dikeluarkan oleh lembaga keuangan.
“Mana katanya anti riba, kok masih pakai kelebihan untuk kredit?” begitu katanya.

Saya lalu mengkaji lebih dalam mengenai hal ini. Benarkah demikian? Apakah jika harga kredit lebih besar dari cash lalu otomatis itu pasti riba?
Pada intinya, jual beli dengan cara kredit adalah jual beli barang dengan pembayaran yang ditangguhkan atau disebut juga utang.
Ini saja dulu, dibolehkan dalam ajaran Islam (hukumnya jaa-iz, boleh). Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman! Apabila kalian bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya.” (QS. Al Baqarah;: 282)

Rasulullah SAW sendiri pernah berutang . Di akhir hayatnya, beliau masih memiliki utang kepada seorang Yahudi, yang lalu dibayarkan dengan baju besi yang digadaikan pada orang tersebut.

Diriwayatkan dari ‘Aisyah RA, bahwasanya dia berkata:

“Nabi SAW membeli makanan dari seorang Yahudi dengan tidak tunai, kemudian beliau menggadaikan baju besinya.” (Hadist Riwayat Bukhari no. 2200)

Lalu jika utang lantas dikaitkan secara otomatis dengan pembayaran yang harus tetap nilainya setelah beberapa waktu, apakah itu otomatis menjadi riba?

Dalam sebuah kajian oleh Developer Properti Syariah Hasanah Land dijelaskan bahwa ada 2 pendapat terkait hal ini. Pendapat yang terkuat adalah yang menyatakan bolehnya perbedaan harga antara cash dengan kredit, dengan dalil sebagai berikut:

Riwayat Ad-Daruquthni dari Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash, “Rasulullah SAW memerintahkan Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash untuk mempersiapkan suatu pasukan, sedangkan kita tidak memiliki unta tunggangan. Maka Nabi SAW memerintahkanku untuk membeli hewan tunggangan dengan pembayaran ditunda hingga datang saatnya penarikan zakat. Maka Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash pun seperintah Rasulullah SAW membeli satu ekor unta dengan harga dua ekor unta dan beberapa ekor unta yang akan dibayarkan ketika telah tiba saatnya penarikan zakat. (HR Ad Daruquthnni, Ahmad, Abu Dawud,)

Tampak dalam jual beli tersebut adanya tambahan harga karena factor tenggat waktu. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kebolehan menambah harga karena factor tenggat waktu pembayaran.

Ali bin Abi Thalib RA berkata,
“Barangsiapa memberikan tawaran dua sistem pembayaran, yakni kontan dan tertunda, maka tentukanlah salah satunya sebelum transaksi.”

Sementara pendapat kedua yang mengharamkan tambahan harga dari transaksi kredit, berpedoman pada hadist Nabi SAW berikut:
“Siapa saja yang menjual dua jual beli dalam satu penjualan, maka baginya harga yang paling sedikit atau (kalau tidak, ia terkena) riba. (HR Tirmidzi, Abu Daud dll)

Hadist di atas ditafsirkan demikian, bahwa siapa saja yang menawarkan barang dengan dua harga, maka baginya harga yang lebih rendah atau riba. Hadist larangan Nabi tentang dua jual beli dalam satu jual beli ini mereka tafsirkan sebagai larangan menawarkan barang dengan dua harga, yang salah satunya kontan dan lainnya dengan harga kredit dengan harga lebih tinggi.

Mari perhatikan, jika kita telaah pendapat tersebut, maka akan kita temukan bahwa mereka menjadikan kata “Ba’a (menjual)” dalam hadist di atas sebagai kiasan dengan makna “Aradha (menawarkan)”.

Sementara makna menjual dan menawarkan adalah dua hal yang berbeda dan qarinah (indikasi) mengalihkan makna hakiki dari kata Ba’a (membeli) kepada makna kiasan Aradha (menawarkan) tidak kita temukan.

Jadi boleh-boleh saja seseorang menawarkan barang dengan dua atau bahkan banyak harga, tetapi akad jual belinya wajib disepakati satu harga saja. Yang dilarang adalah dua jual beli dalam satu jual beli sebagaimana dinyatakan dalam hadist yang lain sebagai berikut:
“Rasulullah SAW melarang dua jual beli dalam satu akad jual beli.” (HR Nasai)

Larangan dalam hadist di atas bukanlah larangan melakukan dua penawaran barang dengan dua harga, karena tidak ada indikasi yang mendukung penakwilan seperti itu. Manthuq (redaksi) hadist tersebut jelas menyatakan dua jual beli dalam satu jual beli dan dua transaksi dalam satu transaksi.

Syaikh Annabhani menjelaskan dalam Syakhsiyah II bahwa yang dimaksud dua akad dalam satu akad seperti seseorang yang mengatakan,
“Saya jual rumah ini kepada Anda segini, dengan catatan saya jual rumah yang satunya dengan harga segini.” Atau, “dengan catatan, Anda menjual rumah Anda kepada saya”.

Nah, model seperti ini tidak diperbolehkan, karena ucapan “Saya menjual rumah kepada Anda” dihitung satu transaksi. Lalu perkataan “dengan syarat saya juga menjual rumah yang satunya kepada Anda” adalah transaksi yang berbeda. Dan keduanya dikumpulkan dalam satu transaksi.

Jadi kesimpulannya, boleh saja seseorang menawarkan barang dengan dua harga atau bahkan banyak harga, tapi kesepakatannya (akad jual belinya) hanya satu harga saja. Wallahu ‘alam.




KETENTUAN POKOK HUKUM SYARA’ TENTANG SAMSARAH

Pengertian Samsarah :
Samsarah (brokerage) adalah suatu profesi (pekerjaan) dimana pelakunya menjadi perantara antara penjual dan pembeli. Simsar (pelaku samsarah, broker) adalah perantara antara penjual dan pembeli. (Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughah Al Fuqaha, hlm. 191).
Para fuqoha (ahli fiqih) mendefinisikan simsar (pelaku samsarah) sebagai orang yang bekerja untuk orang lain dengan upah baik untuk menjual maupun untuk membeli.
Definisi simsar juga berlaku untuk dallaal, yaitu orang yang bekerja untuk orang lain dengan upah baik menjual maupun membeli.

Hukum Samsarah :

Samsarah adalah pekerjaan yang halal menurut Syariah Islam.
Dalilnya hadits Nabi SAW yang men-taqrir samsarah pada masa Nabi SAW.

Dari Qais bin Abi Gharazah Al Kinani RA, dia berkata :
كُنَّا نَبْتَاعُ الأَوْسَاقَ فِي الْمَدِيْنَةِ وَنُسَمِّي أَنْفُسَنَا سَمَاسِرَةً، فَخَرَجَ عَلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى اللهعليه وسلم فَسَمَّانَا بِاسْمٍ هُوَ أَحْسَنُ مِنِ اسْمِنَا قَالَ: يَا مَعْشَرَ التُّجَّارِ، إِنَّ الْبَيْعَ يَحْضُرُهُ اللَّغْوُ وَالْحَلْفُ فَشُوبُوهُ بِالصَّدَقَةِ
“Dahulu kami (para shahabat) berjual beli di pasar-pasar di Madinah dan kami menyebut diri kami samasirah (parasimsar/makelar). Keluarlah Rasululullah SAW kepada kami kemudian beliau menamai kami dengan nama yang lebih baik daripada nama dari kami.
Rasulullah SAW bersabda,’Wahai golongan para pedagang, sesungguhnya jual beli sering kali disertai dengan ucapan yang sia-sia dan sumpah, maka bersihkanlah itu dengan shadaqah.” 

(HR Abu Dawud no 3326; Ibnu Majah no 2145; Ahmad 4/6; Al Hakim dalam Al Mustadrak no 2138, 2139, 2140, dan 2141).
(Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah, 2/311; Yusuf Qaradhawi, Al Halal wal Haram fi al Islam, hlm.226). 

Syarat-syarat Samsarah :

Hanya saja dalam samsarah disyaratkan beberapa hal sbb antara lain :
1. Pekerjaan simsar itu harus jelas (ma’lum),
2. Upah (ujrah) atau komisi (‘umulah) yang diterima oleh simsar harus jelas (ma’lum)
3. Upah bagi samsarah tersebut tidak terlalu tinggi (ghabanfahisy) atau mengeksploitir kebutuhan masyarakat.
4. Samsarah yang dilakukan tidak termasuk samsarah yang diharamkan, misalnya samsarah dalam jual beli antara orang kota dengan orang dusun.
Keterangan masing-masing syarat di atas:
Keterangan syarat (1) : pekerjaan simsar itu harus jelas (ma’lum), baik dengan menjelaskan barang yang akan diperjual-belikan, atau dengan menjelaskan berapa lama simsar bekerja.
Jika pekerjaan simsar tidak jelas, maka akad samsarahnya fasid. (Taqiyuddin An Nabhani, SyakhshiyyahIslamiyyah, 2/311)
Contoh ucapan penjual untuk memperjelas pekerjaan atau lama kerja simsar.
Penjual berkata kepada simsar,”Juallah rumahku yang itu, yang alamatnya di sini, dst.” (menjelaskan barang yang akan diperjual-belikan).
Atau,”Juallah rumahku dalam waktu satu minggu ini.” (menjelaskan berapa lama simsar akan bekerja).
Keterangan syarat (2) : upah (ujrah) atau komisi (‘umulah) yang diterima oleh simsar harus jelas (ma’lum).
Besarnya upah boleh ditetapkan sbb :
(1) berupa jumlah uang tertentu,
(2) berupa persentase dari laba,
(3) berupa persentase dari harga barang,
(4) berupa kelebihan harga dari harga yang ditetapkan penjual,
(5) atau berupa ketentuan yang lainnya sesuai kesepakatan.
(Yusuf Al Qardhawi, Al Halal wal Haran fil Islam hlm. 226, Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 2/310)

Syaikh Yusuf Al Qardhawi dalam kitabnya Al Halal wal Haram fil Islam hlm. 226 menjelaskan mengenai upah bagi simsar sbb :
قال البخاري في صحيحه : لم ير بن سيرين وعطاء وإبراهيم و الحسن بأجر السمسار بأسا، وقال بن عباس : لا بأس بأن يقول : بع هذا الثوب فما زاد على كذا وكذا فهو لك. وقال بن سيرين : إذا قال : بعه بكذا فما كان من ربح لك أو بيني وبينك فلا بأس. وقال النبي صلى الله عليه وسلم : المسلمون عند شروطهم
Imam Bukhari berkata dalam kitabnya Shahih Bukhari, ”Ibnu Sirin, Atha`, Ibrahim [An Nakha`i], Al Hasan [Al Bashri], memandang tidak masalah mengenai upah bagi simsar [hukumnya boleh].

Ibnu Abbas berkata, “Tidak masalah [penjual] berkata [kepada simsar], Juallah olehmu baju ini dengan harga sekian, maka apa yang lebih dari harga sekian itu, menjadi milikmu.”
Ibnu Sirin berkata,”Jika [penjual] berkata [kepada simsar], ’Juallah olehmu barang ini dengan harga sekian. Apa yang menjadi keuntungannya, itu menjadi milikmu, atau dibagi antara aku dan kamu.’ Maka hal itu tidak masalah.’
Telah bersabda Nabi SAW, ”Kaum muslimin [bermuamalah] menurut syarat-syarat di antara mereka.”
(Lihat Yusuf Al Qaradhawi, Al Halal wal Haram fil Islam hlm. 226.).

Keterangan syarat (3) :upah bagi samsarah tersebut tidak boleh terlalu tinggi (ghabanfahisy) atau mengeksploitir kebutuhan masyarakat.

Sebab menjualbelikan barang dengan terlalu tinggi (ghabanfahisy) telah diharamkan syariah,
Mengeksploitir kebutuhan masyarakatakan menimbulkan dharar (bahaya) bagi penjual / pembeli. (Lihat Yusuf Al Qaradhawi, Al Halal wal Haram fil Islam hlm. 226.)

Keterangan syarat (4) :Samsarah yang dilakukan tidak termasuk samsarah yang diharamkan.
Misalnya samsarah dalam jual beli antara orang kota dengan orang dusun Dimana orang dusun tidak tahu harga kota
Atau samsarah yang mengandung unsur penipuan (al khidaa’).
(Ziyad Ghazal, Masyru’ Qanun Al Buyu’, hlm. 59.)
(Taqiyuddin An Nabhani, As Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 2/314-315.)


UANG MUKA (‘urbuun) HANGUS, BOLEH ATAU TIDAK?
Ada hal yang seringkali kita lupakan dalam proses menetapkan hukum atau menanyakan hukum terkait atas suatu permasalahan. Yakni tidak mengkaji dengan seksama fakta mengenai permasalahan yang hendak dihukumi. Maka jatuhlah kita pada penerapan dalil atas fakta yang tidak pas. Sehingga kesimpulan hukumnya pun menjadi tidak benar. ‘Audzubillahi min dzalik.!
Contohnya mengenai UANG MUKA HANGUS, BOLEH ATAU TIDAK?
Agar lebih terstruktur pemahamannya, saya buat point-point berikut ini, nantinya akan sampai pada sebuah kesimpulan dan sekaligus menjawab pertanyaan di atas.
PERTAMA, gambaran sederhana dari uang muka (panjar / ‘urbuun) agar bisa mewakili pengertiannya adalah seseorang membeli sesuatu dengan membayar sebagian harganya kepada penjual. Jika berlangsung jual beli, uang itu dihitung sebagai bagian dari harga dan jika tidak jadi maka penjual mengambil uang muka itu dengan ketentuan sebagai hibah dari pembeli kepadanya. (Yusuf as-Sabatin, Bisnis Islam)
Jadi penekanannya pada point pembayaran yang dilakukan sebelum berakad, dimana akad lah yang menyebabkan berlangsungnya jual beli.
Asy Syairozi mengatakan, “Tidaklah sah akad jual beli kecuali adanya ijab dan qobul. Imam Nawawi menegaskan tentang perkara ini, “Pendapat yang masyhur dalam madzhab Syafi’i, jual beli tidaklah sah kecuali dengan adanya ijab dan qobul.
KEDUA, para fuqoha (ahli fiqih) berbeda pendapat mengenai status hukum jual beli dengan Uang Muka. Ada pendapat yang mengatakan sah dan tidak sah. Dalam hal ini, setiap Ummat Islam dituntut untuk mengikuti mana pendapat terkuat menurutnya, lalu pendapat terpilih akan menjadi hukum baginya mengenai jual beli dengan uang muka tersebut.
Pendapat yang mengatakan jual beli dengan uang muka tidak sah di antaranya oleh Imam as-Syaukani, Imam Maalik, Imam Syafi’i, Madzhab Imam Abu Hanifah. Sedangkan pendapat sebaliknya (sah) disampaikan oleh Imam Ahmad bin Hambal dan sejumlah ulama khalaf seperti Syaikh Abdul Aziz bin Baaz.
Konsekwensi dari perbedaan pendapat di atas mengenai kelanjutan pembahasan kita yakni kebolehan atau larangan Hangus terhadap Uang Muka yang diberikan.
Jika memilih mendapat pertama (tidak sah), maka selesai sudah membahas hukum kebolehan atau larangan hangusnya uang muka. Namun bila mengambil pendapat kedua (sah), maka silakan melanjutkan membaca penjelasan point-point berikutnya smile emoticon
KETIGA, harus diakui, terkadang ada satu terminologi yang dalam praktiknya tidak sama. Contoh terminologi pacaran, praktiknya bisa dilakukan sebelum menikah dan juga (katanya) setelah menikah. Ah..ngawur, ada yang mau ngasih contoh yang pas? grin emoticon
Akan halnya dengan uang muka, walau sama-sama di istilahkan uang muka (panjar) namun pada praktiknya bisa jadi berbeda. Nggak percaya? Mari kita buktikan. Saya akan memberikan 2 (dua) fakta transaksi, keduanya merupakan fakta transaksi dalam Kredit Pemilikan Rumah.
Fakta pertama, KPR menggunakan perbankan, di mana dalam transaksinya terdapat perbedaan dengan KPR yang tidak melibatkan perbankan dalam proses pembiayaannya (baca: KPR Syariah‪#‎tanpaBank). Sepanjang pengetahuan saya (mohon di koreksi jika keliru), Developer yang menggunakan Bank, menetapkan tahapan pembayaran menjadi 3 tahap dan 1 tahap oleh Perbankan.
Tahap pertama calon konsumen harus membayar Booking Fee (tanda jadi) atas unit blok yang di minatinya. Uang BF ini diterima Developer agar menjamin unit blok yang diminati calon konsumen yang bersangkutan tidak lagi ditawarkan kepada calon konsumen berikutnya dan BF ini HANGUS jika dalam masa yang ditetapkan tidak ada follow up dari calon konsumen tersebut.
Tahap kedua calon konsumen melakukan pembayaran uang muka (walau pada kenyataannya tidak selalu ada DP) dalam waktu tenggang setelah membayar BF. Yang dalam hukum positif (KUHP), uang muka ini TIDAK DIBENARKAN HANGUS alias jika batal / tidak verified untuk KPR di bank maka uang muka ini WAJIB DIKEMBALIKAN oleh Developer.
Tahap ketiga, yakni pelunasan pembayaran sisa harga atas rumah (di kurangi uang muka) setelah calon konsumen menerima pencairan KPR dari perbankan. Jadi di sini dapat juga dipahami bahwa Developer sesungguhny menjual rumahnya secara tunai saja.
Adapun tahap pembayaran kepada bank adalah ketika calon konsumen dinyatakan lolos dan telah berakad KPR sehingga konsumen kemudian membayar angsuran setiap bulannya kepada perbankan.
Fakta kedua, KPR #TanpaBank, transaksi semacam ini tergolong sangat baru dan mungkin baru berlaku di Indonesia dalam kurun waktu 4 tahun terakhir ini. Alhamdulillah kami merupakan praktisi di bidangnya, sehingga secara praktis in syaa Allah kami paham proses dan tahapannya. Silakan di simak..
Tahap pertama, sama seperti KPR Bank calon konsumen memilih unit blok yang diminatinya pada perumahan milik Developer. Kemudian membayar uang Tanda Jadi (Booking Fee) sejumlah yang ditetapkan kepada Developer. Pada praktiknya, kami terkadang membuat kebijakan yakni TANDA JADI HANGUS dan terkadang juga TANDA JADI DIKEMBALIKAN. Namun ada sedikit perbedaan antara BF pada KPR bank dengan KPR yang kami praktikkan, di mana BF pada KPR bank tidak termasuk sebagai harga sedangkan di kami BF adalah termasuk dari harga.
BF ini juga berfunsi sama seperti Developer yang menggunakan KPR bank, Uang BF ini diterima Developer agar menjamin unit blok yang diminati calon konsumen yang bersangkutan tidak lagi ditawarkan kepada calon konsumen berikutnya.
Tahap kedua, jika dalam masa tenggang booking calon konsumen tidak datang maka kami akan menyikapi uang BF berdasarkan kebijakan yang telah dibuat dan disampaikan kepada calon konsumen, jika hangus maka itu menjadi milik kami dan jika tidak akan kami kembalikan 100% kepada calon konsumen (begitupun bila menyatakan tidak ingin lanjut). Bila calon konsumen menyatakan ingin melanjutkan, maka kami akan proses pada tahapan berikutnya.
Tahap ketiga, pembayaran uang muka, tahapan ini kami lakukan setelah calon konsumen ingin melanjutkan dan seusai berakad kredit kepada kami (atau terhitung sebagai pembayaran after akad). Pembayaran uang muka dibayarkan sejumlah yang telah ditentukan, misalnya Rp. 60.000.000, karena sebelumnya konsumen tersebut telah membayar BF, maka besaran BF yang dibayarkan mengurangi nilai uang mukanya secara otomatis. Mengapa begitu? Karena uang BF adalah bagian dari pada harga.
Tahapan keempat, setelah itu konsumen akan melakukan pembayaran angsuran setiap bulannya sesuai dengan kesepakatan tertuang dalam akad jual beli kredit.
Sehingga, dengan memperhatikan kedua fakta di atas (KPR Bank dan KPR #TanpaBank), maka jelas, antara UANG MUKA pada KPR Bank BERBEDA dengan UANG MUKA pada KPR #TanpaBank. Uang muka pada KPR Bank dilakukan SEBELUM berakad jual beli sedangkan uang muka pada KPR #TanpaBank ditunaikan setelah jual beli dilangsungkan.!
KESIMPULAN
Memperhatikan ketiga point di atas, maka menurut kami, bisa disimpulkan bahwa UANG MUKA yang dimaksud oleh pembahasan para ulama fiqih TIDAK SAMA dengan UANG MUKA yang dipraktikkan pada KPR #TanpaBank, melainkan lebih pas di sebut BOOKING FEE karena memang dibayarkan before akad dan menjadi bagian dari harga.
Sehingga UANG MUKA pada transaksi KPR #TanpaBank apabila terjadi pembatalan maka UANG MUKA dan semua pembayaran angsuran setelahnya WAJIB dikembalikan kepada konsumen. Sebab bukan dibayarkan sebelum akad alias bukan pengikat/panjar lagi pada praktiknya. Kecuali pembayaran uang muka benar-benar dibayarkan sebelum akad dan berfungsi seperti untuk mengikat unit blok yg di minati.
Adapun hangus tidaknya uang Booking Fee, maka tergantung kebijakan Developernya, jika hangus maka itu menjadi milik Developer (karena memang dibolehkan secara fiqih, walau ada juga yang menyelisihi) dan bila tidak hangus maka wajib pula dikembalikan.
Wallahu ta’ala a’lam
Sumber : www.dpsi.or.id